Kader KB Diminta Turunkan Angka Kematian Ibu Dan Anak

Tasdi sosialisasi kbUntuk mencegah dan mengatasi permasalah relative tingginya angka kematian ibu melahirkan (AKI) serta angka kematian bayi (AKB), perlu diupayakan sinergitas fungsi dan peran lintas program. Selain itu, peran lintas sektor mulai dari pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, pembangunan ekonomi serta kegiatan sosialisasi juga diperlukan.

“Untuk itu, kehadiran dan peran kader pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) atau kader KB dan Sub PPKBD sangatlah penting serta strategis untuk memberi advokasi kepada keluarga-keluarga binaanya,”tutur Bupati Purbalingga Tasdi saat menjadi narasumber pada acara Sosialisasi Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) KREATIF BKKBN bersama  narasumber Amelia Anggraeni dari Komisi IX DPR RI, Direktur KIE Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Yunus Patriawan, Kepala Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Perwakilan Jawa Tengah Sambitho, Kepala Badan Keluarga Dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP)  Kabupaten Purbalingga Hanung Wikantono dan diikuti kader PPKBD Se-Kabupaten Purbalingga di Ruang Andrawina Owabong CottageBojongsari Sabtu (12/3).

Hal tersebut, kata bupati, agar setiap keluarga bisa membentuk putra putrid yang berkarakter, menatap masa depan dengan optimis serta mempunyai bekal pendidikan yang cukup untuk bersaing di dunia kerja agar terhindar dari gangguan putus sekolah akibat pergaulan bebas sebelum menikah, pernikahan dini dan terjerat kasus narkoba. Sedangkan permasalahan KB di Purbalingga yang harus mendapatkan perhatian lebih serta harus disikapi adalah masih relative tingginya AKI dan AKB serta pernikahan usia dini di Purbalingga.

“Angka kematian di Purbalingga saat ini masih 136 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi 12 per 1000 kelahiran serta angka pernikahan dini usia 15-19 tahun pada kisaran 48 per 1000 remaja,”jelas Tasdi.

Dengan banyaknya pernikahan usia dini, kata Tasdi, banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh pasangan tersebut, seperti beresiko saat melahirkan, alat reproduksi yang belum siap, serta permasalah rumah tangga lainnya hingga berujung dengan tingginya angka perceraian karena usia muda sudah menikah. Harapanya, pihak terkait khususya Badan Keluarga Dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) agar senatiasa mengupayakan terbentuknya generasi berencana, mesosialisasikan penundaan usia nikah dan penyuluhan tentang reproduksi.

Dalam sambutannya, Anggota Komisi IX DPR RI Amelia Anggraeni mengatakan, bahwa tahun 2013, BPS, Bappenas dan United Nations Population Fund (UNPF) memproyeksikan dalam rentang waktu tahun 2010-20135 komposisi penduduk Indonesia mencapai level tertinggi melebihi populasi non-produktif. Dengan potensi populasi usia produktif lebih besar tersebut, ketika ekuivalen (ukuran) dengan sumber daya manuasia (SDM) yang berkualitas akan menjadi daya ungkit kemajuan pembangunan bangsa yang luar biasa. Namun bonus demografi tersebut, bisa berubah menjadi bencana demografi apabila tidak punya persiapan berupa rencana dan tidakan yang tepat, sistematis dan cermat.

“Ledakan populasi tersebut, akan menjadi petaka, manakala indeks pembangunan manusia (IPM) kita masih terlalu rendah ataumayoritas penduduk usia produktif kita berpendidikan rendah serta tidak memiliki keahlian memadai dan tingkat kesehatan buruk juga terpapar narkotika,”tuturnya.

Menurut Amelia, strategi BKKBN  dalam memnafaatkan adanya bonus demografi di Indonesia tersebut, seyogyanya diarahkan kepada mendukung terciptanya pendudk usia produktif yang memiliki kompetensi tinggi dan karakter yang kuat dan inovatif. (Sukiman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *