Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2025, Wujud Komitmen Bersama Meningkatkan Kualitas Penanganan Kasus Berbasis Hak Asasi dan Keadilan Gender

Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2025

Wujud Komitmen Bersama Meningkatkan Kualitas Penanganan Kasus Berbasis Hak Asasi dan Keadilan Gender

Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Dinas Sosial Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DINSOSDALDUKKBP3A) menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Pencatatan dan Pelaporan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2025 pada Rabu, 15 Oktober 2025 bertempat di Ruang Rapat Ardilawet Gedung A Sekretariat Daerah Kabupaten Purbalingga.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ibu Brianda Astro Diaz, S.STP, M.SI, yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan tanggung jawab bersama yang memerlukan kerja lintas sektor dan konsistensi dari semua pihak.

“Pencatatan yang akurat dan pelaporan yang tepat waktu menjadi dasar dari kebijakan perlindungan yang efektif. Melalui pelatihan ini, diharapkan Teman – Teman Petugas tidak hanya cakap dalam administratif tetapi juga peka terhadap kebutuhan korban,” ungkap Ibu Brianda.

Pelatihan menghadirkan dua narasumber yang sudah berpengalaman, yaitu Ibu Nur Lailah Hafidhoh, M.Pd dari Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM), serta Yuli Sulistianto, Ketua Yayasan Setara.

Dalam sesi pertama, Nur Lailah Hafidhoh menekankan pentingnya empat pendekatan utama dalam penanganan kasus, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), Victim Centered, Keadilan Gender, serta Pendokumentasian.

Beliau juga memfasilitasi simulasi penanganan kasus, yang memberi pengalaman langsung kepada peserta tentang bagaimana menerima Kasus saat pertama kali dilaporkan di tingkat terbawah.

Pada sesi berikutnya, Bapak Yuli Sulistianto mengajak peserta merefleksikan praktik pencatatan kasus yang selama ini berjalan. Menurutnya, masih banyak proses yang belum terdokumentasi secara sistematis karena fokus pada konseling semata.

“Penjangkauan itu bisa aktif dan pasif. Aktif berarti kita mendatangi masyarakat, mengenali masalah, dan memastikan tidak ada korban yang terabaikan. Saya ibaratkan seperti kita pergi ke mal — tetapi yang kita ‘belanjakan’ adalah masalah, bukan barang,” ujarnya.

Bapak Yuli juga menekankan pentingnya kompetensi dan etika SDM dalam pengelolaan data. Ia mencontohkan, rumah aman atau shelter bersifat rahasia dan tidak boleh disebarluaskan, karena menyangkut keselamatan korban.

Melalui pelatihan ini, para peserta diharapkan mampu memperkuat mekanisme pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan berbasis data yang valid, aman, dan berperspektif korban.

Acara ditutup dengan Berfoto Bersama untuk memperkuat Hubungan antar Jejaring dan Memperkuat Persaudaraan.

Peserta Diajak Berdiskusi tentang Alur Penanganan Kasus

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *